BANYUWANGI - Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengaku prihatin, terkait diblokirnya 1.200 sertifikat tanah milik warga Banyuwangi akibat bermasalah. Untuk itu, Ipuk meminta masyarakat bisa menggunakan jalur yang benar dalam mengurus sertifikat tanah miliknya.
"Sangat prihatin ya, saya berharap masyarakat Banyuwangi untuk bisa menggunakan jalur yang benar, baik itu pengurusanya, prosesnya dan juga dari lembaganya, " ujar Ipuk.
Kata Ipuk, ini merupakan pelajaran bagi semua pihak terutama masyarakat, agar mengurus sertifikat tanah dengan menggunakan jalur yang benar. Sebab jika tidak akan berdampak buruk kedepannya. "Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik lagi dan tidak terjadi lagi, " tambahnya.
Ipuk menambahkan, pihaknya akan segera berkordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Kami secepatnya akan berkoordinasi dengan BPN Banyuwangi, untuk mencegah terjadinya mafia tanah kedepannya, " paparnya.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap aksi mafia tanah di Banyuwangi yang merugikan negara hingga puluhan miliar. Tercatat negara rugi hingga Rp. 17 miliar.
Baca juga:
Anies Baswedan di Mata Seorang Surya Tjandra
|
"Kerugian sekitar Rp. 17, 769 miliar dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan) sebesar Rp. 500 juta, " ungkap AHY.
Dari pengungkapkan kasus itu, ada dugaan 1.200 sertifikat palsu yang ditahan Kantor Pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti Mafia Tanah. Sedangkan dua pelaku mafia tanah berhasil ditahan yakni PDR (34) warga Sobo dan P (54) warga Kabat Banyuwangi.
"Itu tadi hitungan kasarnya bisa dibayangkan berapa miliar kerugian kalau per sertifikat saja Rp. 500 juta hasil ungkap ini menunjukan hasil kerja baik satgas mafia tanah dan baik bagi masyarakat Banyuwangi, " tambah AHY.
Ketua Tim Satgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman menambahkan, modus operandi dari kedua tersangka kasus di Banyuwangi yaitu memanipulasi berkas surat palsu untuk melakukan pemisahan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Banyuwangi.
Para tersangka menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan siteplan yang dibubuhi tanda tangan, stemple dan nomor palsu yang tidak dikeluarkan oleh Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU).
"Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp. 17, 769 miliar. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi, " pungkasnya. (***)